PEMBAHASAN
A. Biografi intelektual Ibnu Sina
Nama
lengkap Ibnu sina adalah Abu `Ali al-Husain ibnu `Abdillah ibn Hasan
ibnu `Ali Sina.[1]
Di Eropa (dunia Barat) ibnu sina lebih dikenal dengan sebutan akibat terjadinya metamorphose Yahudi-
Spanyol-Latin. Dari bahasa Spanyol kata Ibnu untuk ibnu sina diucapkan Aben
atau Even. Terjadinya perubahan ini berawal dari usaha penerjemahan naskah-naskah
Arab ke dalam bahasa Latin pada pertengahan abad kedua belas di Spanyol.[2] Ibnu
sina dilahirkan pada tahun 370 H / 980 M di Afshana,[3]
sebuah kota kecil dekat Bukhara, sekarang wilayah Uzbekistan (bagian dari
Persia), dan wafat pada jum`at pertama Ramadhan tahun 428 H/1037 M dalam usia
57 tahun, jasad ibnu sina dikebumikan di Hamadzan (Tehran).
Ayah
ibnu sina bernama Abdullah dari Balkh merupakan seorang sarjana terhormat
Ismaili, berasal dari Balkh Khurasan, pada saat kelahiran putranya yaitu ibnu sina,
ayah ibnu sina menjabat sebagai gubernur suatu daerah di salah satu pemukiman
Nuh Ibnu Mansur, sekarang wilayah Afghanistan (Persia).[4]
Ibu ibnu sina/ bernama Satarah berasal dari daerah Afshana.[5]
Nama
ibnu sina semakin terkenal ketika Ibnu sina mampu menyembuhkan penyakit Raja Bukhara bernama Nuh ibn Manshur, saat itu umur
ibnu sina baru 17 tahun. Sebagai penghargaan, raja meminta ibnu sina menetap di
Istana selama sang raja dalam proses penyembuhan. Namun ibnu sina menolaknya
dengan halus, sebagai imbalannya beliau (Ibnu sina) hanya meminta izin untuk
menggunakan perpustakaan kerajaan terdapat didalamnya buku-buku, buku tersebut
sulit didapatkan.
Hal
itu dimanfaatkan ibnu sina untuk membaca, mencari berbagai referensi dasar
untuk menambah ilmunya agar lebih luas berkembang.[6]
Kemampuan ibnu sina dengan cepat menyerap berbagai cabang ilmu pengetahuan
membuatnya menguasai berbagai materi intelektual dari perpustakaan kerajaan.
Karena kejeniusannya itu, ibnu sina mendapatkan gelar ilmiah, diantaranya
Syaikh Ra`is serta Galenos Arab. Gelar tersebut diraih oleh ibnu sina ketika
umurnya masih remaja.[7]
Setelah
ayah ibnu sina meninggal saat beliau/ibnu sina berusia 22 tahun, beliau (ibnu
sina) hijrah ke Jurjan, suatu kota di dekat laut kaspia, di sanalah ia (ibnu
sina) mulai menulis ensiklopedianya tentang ilmu kedokteran kemudian terkenal
dengan nama al-Qanun fi al-tibb (the Qanun). Kemudian ibnu sina pindah ke Ray,
kota di sebelah Taheran, selanjutnya /ibnu sina bekerja kepada Ratu Sayyedah
dan anaknya Majd al-Dawlah. Kemudian Sultan Syams al-Dawlah penguasa di Hamdan
(di bahagian Barat dari Iran) mengangkat ibnu sina menjadi Menterinya. Kemudian
ibnu sina Hijrah ke Isfahan, ibnu sina meninggal dunia sebab sakit yang
diderita ibnu sina yaitu penyakit disentri pada pada tahun 428 Hijrah bersamaan
dengan tahun 103 Masehi di Hamazan ( sekarang wilayah Iran).[8]
B. Pendidikan Ibnu Sina
Ibnu Sina memulai pendidikannya pada usia lima tahun di kota
kelahirannya, Bukhara. Pengetahuan yang pertama kali yang dia pelajari adalah
membaca al-Qur’an, setelah itu ia melanjutkan dengan mempelajari ilmu-ilmu
agama Islam seperti Tafsir, Fiqih, Ushuluddin dan lain sebagainya, berkat
ketekunan dan kecerdasannya, beliau berhasil menghapal al-Quran dan menguasai
berbagai cabang ilmu-ilmu agama tersebut pada usia yang belum genap sepuluh
tahun. Dalam bidang Pendidikan lain, beliau juga mempelajari beberapa disiplin
ilmu diantaranya Matematika, logika, fisika, kedokteran, Astronomi, Hukum, dan
sebagainya.
Dengan kecerdasan yang beliau miliki, beliau banyak mempelajari filsafat
dan cabang - cabangnya, kesungguhan yang cukup mengagumkan ini menunjukkan
bahwa ketinggian otodidaknya, namun pada saat ia menyelami ilmu metafisika nya
Arisstoteles, beliau mengalami kesulitan kendati sudah berulang-ulang
membacanya bahkan beliau menghafalnya, tetap saja beliau belum dapat memahami
isinya. setelah ia membaca karya Al-Farabi dalam buku risalahnya, barulah Ibnu
Sina dapat memahami ilmu metafisika dengan baik. Secara tidak langsung Ibnu
Sina telah berguru kepada al-Farabi, bahkan dalam otobiografinya disebutkan
mengenai utang budinya kepada Al-Farabi.
Pada usia 16 tahun beliau mulai dikenal sebagai ahli pengobatan, dan
sudah benar-benar dikenal pada saat beliau berumur 17 tahun dengan pembuktian
bahwa beliau telah berhasil menyembuhkan penyakit yang diderita sultan Samani
Nuh Ibn Mansur. Untuk menambah ilmunya, beliau juga banyak menghabiskan
sebahagian waktunya dengan membaca serta membahas buku-buku yang beliau anggap
penting di perpustakaan kerajaan Nuh ibnu Manshur yang bernama kutub Khana, di
sinilah beliau melepaskan dahaga belajarnya siang malam sehingga semua ilmu pengetahuan
dapat dikuasainya dengan baik.
C. Guru-Guru Ibnu Sina
Di samping belajar secara otodidak, Ibnu Sina juga
menyerap berbagai ilmu dari beberapa orang Guru, antara lain Abu Bakar Ahmad
bin Muhammad al-Barqi al-Khawarizmi untuk ilmu bahasa, Ismail al-Zahid untuk
ilmu fiqih, Abu Sahl al-Masihi serta Abu Manshur al-Hasan bin Nuh untuk ilmu
kedokteran. Beliau/ibnu sina juga belajar Aritmatika dari `Ali Natili seorang
sufi ismaili berkebangsaaan India.
Ibnu Sina merupakan Filosof besar Islam yang berhasil
membangun system filsafat lengkap dan terperinci, suatu system telah
mendominasi tradisi filsafat Muslim beberapa abad. Pengaruh ini terwujud bukan
hanya karena ibnu sina memiliki system, tetapi karena system yang dimilikinya
menampakan keaslian juga menunjukkan jiwa yang jenius dalam menentukan
metode–metode serta diperlukan untuk merumuskan kembali pemikiran rasional
murni dan tradisi intelektual ibnu sina atau
untuk mewarisi dan dalam system keagamaan Islam.[9] Diantara
metode – metode dari pemikiran ibnu sina paling populer adalah:
Bidang kedokteran yaitu Penyakit T.B.C juga Chronis Mengenai
penyakit-penyakit berbahaya sangat mengganggu manusia zaman modern ini, sudah
ditemukan dan sudah dicarikan pengobatannya oleh Ibnu sina pada seribu tahun
lalu. Desmond Stewart menyebutkan penemuan-penemuan baru Ibnu Sina tentang
menularnya penyakit T.B.C dan bisa membahayakan kesehatan manusia saat ini,
begitu juga dengan penyakit Chrionis.
Di dalam bukunya “ Early Islam”, Stewart menerangkan :
“ Ibnu Sina is Now credited with such personal contributions as recognizing
the contagious nature of tuberculosis and describing certain skin diseases and
psychological disorders. Among the latter was love sickness, the effects of
which were described as loss of weight and strength, fever and various chronic
ailments. The cure was quite simple, once the diagnosis was made to have the
sufferer united with the one he or she was pining for. Ibnu Sina also
observed that certain diseases can be spread by water and soil, and advanced
view for his time. Outside the realm of pure medicine, he invented a saclike
precision device that helped to improve the accuracy of instruments used for
measuring angles and short lengths. He also made many investigations in the
realm of physics, helping to lay the foundations of experimental science that
was to develop in the 16 th and 17 th centuries”[10]
Makna: “Ibnu Sina kini terkreditkan dengan
kontribusi pribadi demikian seperti mengenali sifat alami tular dari batuk
kering dan mendeskripsikan penyakit kulit tertentu dan kekacauan psikologis.
Antara belakangan cinta penyakit, akibat dari yang dideskripsikan sebagai rugi
dari berat dan kekuatan, demam dan berbagai penyakit kronis. Sembuh adalah
sangat sederhana, satu kali diagnose dibuat untuk mempunyai penderita yang
mempersatukan dengan yang satu dia atau dia sedang merana untuk. Ibnu Sina juga
diamati itu penyakit tertentu dapat terangin-angin oleh air dan tanah, dan
pandangan lanjutan untuk waktunya. Sebelah luar dunia dengan perobatan murni,
dia menemukan satu ketepatan alat saclike yang tolong untuk meningkatkan
keakuratan dari instrumen mempergunakan untuk mengukur panjang sudut dan
pendek. Dia juga beberapa investigasi terbuat pada dunia dari fisika, menolong
untuk meletakkan fondasi dengan pengetahuan percobaan yang adalah untuk mengembangkan
pada 16 dan 17 abad.
E.
Pengaruh
Ibnu Sina
Pengaruh
pemikiran filsafat Ibnu Sina seperti karya pemikiran dan telaahnya di bidang
kedokteran tidak hanya tertuju pada dunia Islam tetapi juga merambah ke Eropa.
Kontribusi ibnu sina terhadap pemikiran dan ilmu pengetahuan amatlah besar,
diakui berpengaruh signifikan kepada para ilmuwan, pemikir dan filusuf
generasi-generasi sesudahnya. Berkat prestasinya dalam ilmu medis, ibnu sina
memperoleh julukan “Father of DDi dalam bukunya octors” (Bapak Para Dokter).
Natsir Arsyad [11]
menyebutkan bahwa dokter kawakan ibnu sina pernah dijuluki sebagai Medicorum
Principal atau “Raja Diraja Dokter”, oleh kaum Latin Skolastik. Julukan lain
pernah diberikan kepada ibnu sina, misalnya, adalah “Raja Obat”. Dalam dunia
Islam sendiri, ia/ibnu sina dianggap sebagai zenith, puncak tertinggi dalam
ilmu kedokteran.
George
Sarton, menyatakan bahwa prestasi medis Ibnu Sina sedemikian lengkap sehingga
mengecilkan sumbangan lainnya dari seluruh dunia, seolah-olah mereka hanya
membuat penemuan lebih kecil, dan sementara itu penyelidikan orisinal menyusut
beberapa abad setelah masa ibnu sina. Sarton juga menguraikan pengaruh Ibnu
Sina sangat besar terhadap ruang lingkup juga perkembangan ilmu kedokteran
Barat. Karya ilmiah (textbook) ibnu sina merupakan referensi dasar utama ilmu
medis di Eropa dalam periode waktu lebih panjang dari buku-buku lainnya .[12]
Sepertinya
kontribusi terpenting dari ibnu sina dan diwariskan ibnu sina kepada dunia
kedokteran adalah dalam ilmu medisnya, yaitu Qanun fi al-Thibb (Canon of
Medicine, Konstitusi Ilmu Kedokteran). Seyyed Hossein Nasr menyebutkan bahwa karya besar Qanun itu
adalah karya pa ling banyak dibaca juga besar pengaruhnya pada ilmu medis Islam
dan Eropa. Karya besar ini merupakan satu dari buku yang paling sering dicetak
di Eropa pada masa Renaisans dalam terjemahan Latinnya oleh Gerard dari
Cremona. Buku teks standar ini terdiri dari lima bagian pokok: prinsip-prinsip
umum, obat-obatan, penyakit organ-organ tertentu, penyakit lokal bertendensi
menjalar ke seluruh tubuh, seumpama demam, dan obat-obatan majemuk. Arsyad juga
menyebutkan bahwa buku Qanun ibnu sina sejak zaman dinasti Han di Cina telah
menjadi buku standar karya-karya medis Cina. Pada Abad Pertengahan, sejumlah
besar karya ibnu sina telah diterjemahkan dalam bahasa Latin dan Hebrew, karya
ibnu sina dalam bidang bahasa tersebut merupakan bahasa-bahasa pengantar ilmu
pengetahuan masa itu.[13]
Di
bidang filsafat, Pendahuluan/spanibnu
sina dianggap sebagai imam para filosof di masanya, bahkan sebelum dan
sesudahnya. ibnu sina otodidak, genius orisinil bukan hanya dunia Islam
menyanjungnya, ia/ibnu sina memang merupakan satu bintang gemerlapan
memancarkan cahaya sendiri, bukan pinjaman sehingga Roger Bacon, filosof
kenamaan dari Eropa Barat pada Abad Pertengahan menyatakan dalam Regacy of
Islam -nya Alfred Gullaume; “Sebagian besar filsafat Aristoteles sedikitpun tak
dapat memberi pengaruh di Barat, karena kitabnya tersembunyi entah
dimana,kendatipun ada, sangat sukar sekali didapatnya dan sangat susah dipahami
dan digemari orang karena peperangan-peperangan yang meraja lela di sebelah
Timur, sampai saatnya ibnu sina dan Ibnu Rusyd dan juga pujangga Timur lain
membuktikan kembali falsafah Aristoteles disertai dengan penerangan dan
keterangan yang luas.[14]
Selain
kepandaiannya sebagai flosof dan dokter, ibnu sina pun penyair. Ilmu-ilmu
pengetahuan seperti ilmu jiwa, kedokteran dan kimia ada ditulisnya dalam bentuk
syair, dapat ditemukan melalui buku-buku dikarangnya untuk ilmu logika dengan
syair. Kebanyakan buku-bukunya telah disalin kedalam bahasa Latin. Ketika
orang-orang Eropa diabad tengah, mulai mempergunakan buku-buku itu sebagai
textbook, di berbagai universitas. Oleh karena itu nama ibnu sina dalam abad
pertengahan di Eropa sangat berpengaruh.[15] Dalam
dunia Islam kitab-kitab Ibnu Sina terkenal, bukan saja karena kepadatan
ilmunya, akan tetapi karena bahasanya baik diiringi caranya menulis sangat
terang. Selain menulis dalam bahasa Arab, Ibnu Sina juga menulis dalam bahasa
Persia. Buku -bukunya dalam bahasa Persia, telah diterbitkan di Teheran dalam
tahun 1954.
Dapat
disimpulkan bahwa begitu besarnya pengaruh dari Ibnu Sina mengenai pemikiran
yang beliau/ibnu sina tuangkan kepada kita. Ide-ide cemerlang dari ibnu sina
memberikan dampak signifikan dalam ilmu pengetahuan, untuk itulah mari kita
memperbanyak syukur karena kita dapat mengetahui ilmu-ilmu dari Ibnu Sina
melalui karya-karyanya.
F. Pelajaran dari karakter personal Ibnu Sina
Pelajaran
penting bisa diambil dari kisah ibnu sina diatas dari mulai masa kecil, masa
remaja hingga masa tuanya adalah bahwa hidup ini memang penuh perjuangan serta
kerja keras dalam hal menuntut ilmu agar ilmu itu bisa berguna untuk diri
sendiri dan orang lain. Keseimbangan iman juga takwa ibnu sina, dibuktikan
dengan belajar Al-Qur’an dari kecil
membuktikan bahwa jiwanya dari kecil sudah diisi dengan ruh yang suci sehingga
dalam perjalanan hidupnya selalu mengharap ridho dan tawakkal kepada Allah
untuk mencapai cita-cita, disamping berusaha dengan mempelajari ilmu dengan
gurunya dan belajar secara otodidak.
Dengan
membaca Al-Qur’an sedari dini manusia bisa menggali ilmu pengetahuan
didalamnya, karena sesungguhnya Alquran adalah ilmunya dan kehidupan di alam
ini adalah prakteknya. Ibnu Sina dengan seksama menggabungkan itu semua yaitu
antara Alquran dan praktek di alam raya ini, sehingga muncullah ide-ide atau
pemikiran belum ada di Barat pada saat itu. Dengan hasil karya pada waktu itu
bisa mengubah dunia dalam bidang kedokteran sangat mengagumkan juga luar
biasa, pantaslah ibnu sina menjadi inspirasi banyak orang, baik muslim
maupun non muslim kemudian ingin belajar tentang ilmu pengetahuan khususnya
kedokteran, filsafat dan ilmu alam.
Sebagai
orang tua dan selalu ingin anak keturunanya menjadi anak cerdas dalam segala
bidang, tentunya dianjurkan mengikuti kisah hidup Ibnu Sina di atas. Yaitu
menyeimbangkan pelajaran antara ilmu agama dan ilmu umum atau ilmu pengetahuan
sebagai prakteknya. Sehingga jika dalam perjalanan menuju cita-cita yang ingin
dicapai, di tengah jalan mengalami kendala atau kerikil-kerikil, maka anak
tersebut tidak mudah putus asa. Tetapi bisa berhenti sejenak dari hiruk pikuk
kesibukan duniawi, kemudian mendekatkan diri kepada Sang Pencipta kehidupan,
maka insyaAllah segala kesulitan, rintangan akan secepatnya terselesaikan
karena kita selalu mengingat kepada Sang Pencipta. Walaupun sebenarnya tidak
pada saat menghadapi kesulitan saja meminta pertolongan, tetapi setiap waktu
menginggat kita harus ingat kepada Allah SWT, sehingga segala pekerjaan untuk
dikerjakan selalu diberi Ridho oleh-Nya, semoga diberi kemudahan walaupun
segala kendala pasti ada, tapi kalau dari awal sudah diniatkan untuk
kepentingan baik dan untuk orang banyak, pasti selalu dibimbing oleh-Nya.
G. Karir Ibnu Sina sebagai Ilmuan
Mengawali
karirnya pertama Ibnu Sina mengikuti kiprah orang tuanya, yaitu membantu
tugas-tugas amir Nuh bin Mansur. ibnu sina misalnya diminta menyusun kumpulan
pemikiran filsafat oleh Abu al-Husain al-Arudi. Untuk ini ibnu sina menyusun
buku al-Majmu’. Setelah itu ibnu sina menulis buku al-Hashil wa al-Mashul dan
al-Birr wa al-Ism atas permintaan Abu Bakar al-Barqy al-Hawarizmy.[16]
Setelah
usia ibnu sina atau memasuki dua puluh
dua tahun, ayahnya meninggal dunia, kemudian terjadi kemelut politik di tubuh
pemerintahan Nuh bin Mansur. Kedua orang putera kerajaan, yaitu Mansur, Abd
Malik saling berebut kekuasaan, kemudian dimenangkan oleh Abdul Malik.
Selanjutnya dalam pemerintahan yang belum stabil saat itu terjadi serbuam
dilakukan oleh kesultanan Mahmud al-Ghaznawi, sehingga seluruh wilayah kerajaan
Samani berpusat di Bukhara jatuh ke tangan Mahmud al-Ghaznawi tersebut.[17]
Dalam
keadaan situasi politik yang bagitu ricuh, Ibnu Sina memutuskan untuk
meninggalkan daerah asalnya. ibnu sina pergi ke Karkang ibukota al-Khawarizm,
di daerah tersebut Ibnu Sina mendapat penghormatan juga perlakuan baik. Di kota
ini pula Ibnu Sina banyak berkenalan dengan sejumlah pakar para ilmuwan
seperti, Abu al-Khir al-Khamar, Abu Sahl ‘Isa bin Yahya al-Masity al-Jurjani,
Abu Rayhan al-Biruni serta Abu Nash al-Iraqi. Setelah itu ibnu sina melanjutkan
perjalanan ke Nasa, Abiwarud, Syaqan, Jajarin selanjutnya ke Jurjan. Setelah
kota yang disinggahi ibnu sina terakhir ini juga kurang aman, ibnu sina
memutuskan pindah ke Rayi, bekerja pada As-Sayyidah dan putranya Madjid
al-Daulah, waktu itu terserang penyakit, dan membantu menyembuhkannya. Sejarah
serta perjalanan hidupnya dari segi keilmuannya dapat dibahagi kepada dua fasa.
pertama adalah fasa pembentukan (al-tahsil) dan fasa produktif (al-intaj
al-ilmi).
Fase
pertama yaitu fase belajar ibnu sina mengawali dari usia lima tahun sehingga
sepuluh tahun dalam mempelajari ilmu juga dasar Alquran serta ilmu-ilmu agama.
Ibnu Sina mengalami masa yang lebih didominasi oleh masa belajarnya, ibnu sina
lebih banyak melakukan penyerapan; di mana aktivitas Ibnu Sina lebih banyak
kepada reseptif dan retentif. Fase keduanya, yaitu fase produktif, semasa
ibnu sina berumur dua puluh satu tahun.Waktu ini ibnu sina mulai melakukan
aktivitas bersifat produktif. Ibnu Sina melakukan aktivitas lebih produktif
yaitu menghasilkan karya-karya secara produktif dan sintesis. ibnu sina mulai
mengarang kitab-kitab tentang metafisika, logika, kedoktoran, psikologi,
fisika.
Dalam sejarah
kehidupannya, Ibnu Sina juga dikenal sebagai seorang ilmuwan yang sangat
produktif dalam menghasilkan berbagai karya buku. Buku-buku karangannya hampir
meliputi seluruh cabang ilmu pengetahuan, diantarannya ilmu kedokteran,
filsafat, ilmu jiwa, fisika, logika, politik dan sastra arab. Adapun
karya-karyanya sebagai berikut :
1. Kitab Qanun fi al-Thib, merupakan karya Ibnu
sina dalam bidang ilmu kedokteran. Buku ini pernah menjadi satu-satunya rujukan
dalam bidang kedokteran di Eropa selama lebih kurang lima abad. Buku ini merupakan
iktisar pengobatan Islam juga diajarkan hingga kini di Timur.
2. Kitab As-Syifa, merupakan karya ibnu sina
dalam bidang filsafat. Kitab ini antara lain berisikan tentang uraian filsafat
dengan segala aspeknya
3. Kitab An-Najah, merupakan kitab tentang
ringkasan dari kitab As-Syifa, kitab ini ditulis oleh ibnu sina untuk para
pelajar yang ingin mempelajari dasar-dasar ilmu hikmah, selain itu buku ini
juga secara lengkap membahas tentang pemikiran Ibnu Sina tentang ilmu Jiwa.
4. Kitab Fi Aqsam al-Ulum al-Aqliyah,
merupakan karya Ibnu Sina dalam bidang ilmu fisika. Buku ini ditulis dalam
bahasa Arab juga masih tersimpan dalam berbagai perpustakaan di Istanbul,
penerbitannya pertama kali dilakukan di Kairo pada tahun 1910 M, sedangkan
terjemahannya dalam bahasa Yahudi dan Latin masih terdapat hingga sekarang.
5. Kitab al- Isyarat wa al-Tanbihat, isinya
mengandung uraian tentang logika dan hikmah.[18]
Selain kitab-kitab tersebut masih banyak karya ibnu sina berjumlah cukup besar, namun untuk mengetahui berapa jumlah buku karya-karya ibnu sina/ tersebut secara pasti sangatlah sulit, mengingat perbedaan tentang sedikit banyaknya data yang digunakan. Namun untuk menjawab hal ini, setidaknya ada dua pendapat. Pertama, dari penyelidikan yang dilakukan oleh Father dari Domician di Kairo terhadap karya-karya Ibnu Sina, ia mencatat sebanyak 276 (dua ratus tujuh puluh enam) buah. Kedua, Phillip K.Hitti dengan menggunakan daftar dan dibuat al-Qifti mengatakan bahwa karya-karya tulis Ibnu Sina sekitar 99 (sembilan puluh sembilan) buah.[19]
Pengaruh pemikiran filsafat Ibnu Sina seperti karya
pemikiran juga telaahnya di bidang kedokteran tidak hanya tertuju pada dunia
Islam tetapi juga merambah ke Eropa. Kontribusi Ibnu Sina terhadap pemikiran
serta ilmu pengetahuan amatlah besar dan diakui berpengaruh signifikan kepada
para ilmuwan, pemikir, filusuf generasi-generasi sesudahnya. Berkat
prestasinya dalam ilmu medis, Ibnu Sina memperoleh julukan “Father of
Doctors” (Bapak Para Dokter). Natsir Arsyad [20] menyebutkan
bahwa dokter kawakan Ibnu Sina pernah dijuluki sebagai Medicorum Principal atau
“Raja Diraja Dokter”, oleh kaum Latin Skolastik. Julukan lain juga diberikan
kepada Ibnu Sina, seperti, “Raja Obat”. Dalam dunia Islam sendiri, ibnu sina
dianggap sebagai zenith, puncak tertinggi dalam ilmu kedokteran.
George Sarton, menyatakan bahwa prestasi medis Ibnu
Sina sedemikian lengkap sehingga mengecilkan sumbangan lainnya dari seluruh
dunia, seolah-olah mereka hanya membuat penemuan kecil, sementara itu
penyelidikan orisinal menyusut beberapa abad setelah masa Ibnu Sina. Sarton
juga menguraikan pengaruh Ibnu Sina sangat besar terhadap ruang lingkup juga
perkembangan ilmu kedokteran Barat. Karya ilmiah (textbook) Ibnu Sina merupakan
referensi dasar utama ilmu medis di Eropa dalam periode waktu yang lebih
panjang dari buku-buku lainnya yang pernah ditulis.
Sepertinya kontribusi terpenting Ibnu Sina diwariskan
untuk dunia kedokteran adalah dalam ilmu medisnya, yaitu Qanun fi al-Thibb
(Canon of Medicine, Konstitusi Ilmu Kedokteran). Seyyed Hossein Nasr[21] menyebutkan
bahwa karya besar Qanun itu adalah karya paling banyak dibaca, hal ini besar
pengaruhnya pada ilmu medis Islam dan Eropa. Karya besar ini merupakan satu
dari buku yang paling sering dicetak di Eropa pada masa Renaisans dalam terjemahan
Latin-nya oleh Gerard dari Cremona. Buku teks standar ini terdiri dari lima
bagian pokok: prinsip-prinsip umum, obat-obatan, penyakit organ-organ tertentu,
penyakit lokal bertendensi menjalar ke seluruh tubuh, seumpama demam,juga
obat-obatan majemuk. Arsyad juga menyebutkan bahwa buku Qanun Ibnu Sina sejak
zaman dinasti Han di Cina telah menjadi buku standar karya-karya medis Cina.
Pada Abad Pertengahan, sejumlah besar karya Ibnu Sina telah diterjemahkan dalam
bahasa Latin juga Hebrew, yang merupakan bahasa-bahasa pengantar ilmu
pengetahuan masa itu.[22]
Di bidang filsafat, Ibnu Sina dianggap sebagai imam
para filosof di masanya, bahkan sebelum dan sesudahnya. Ibnu Sina otodidak juga
genius orisinil, bukan hanya dunia Islam menyanjung (ibnu sina) sebagai satu
bintang gemerlapan memancarkan cahaya sendiri, juga bukan pinjaman, sehingga
Roger Bacon, filosof kenamaan dari Eropa Barat pada Abad Pertengahan nbsp;
filusuf generasi-generasi sesudahnya. Berkat prestasinya dalam ilmu medis, Ibnu
Sina memperoleh julukan menyatakan dalam Regacy of Islam-nya Alfred Gullaume;
“Sebagian besar filsafat Aristoteles sedikitpun tidak dapat memberi pengaruh di
Barat, karena kitabnya tersembunyi entah dimana, kendatipun ada, sangat sukar
sekali didapatnya serta sangat susah dipahami kemudian digemari orang karena
peperangan - peperangan yang meraja lela di sebeleah Timur, sampai saatnya Ibnu
Sina, Ibnu Rusyd juga pujangga Timur lain membuktikan kembali falsafah
Aristoteles disertai dengan penerangan dan keterangan yang luas.[23]
Selain kepandaiannya sebagai flosof dan dokter, ibnu
sina pun penyair. Ilmu – ilmu pengetahuan seperti ilmu jiwa, kedokteran dan
kimia ditulisnya dalam bentuk syair, dapat ditemukan melalui buku-buku karya
ibnu sina untuk ilmu logika dengan syair. banyak buku-buku ibnu sina telah
disalin kedalam bahasa Latin. Ketika orang–orang Eropa diabad tengah, mulai
mempergunakan buku - buku itu sebagai textbook, di berbagai universitas. Oleh
karena itu nama Ibnu Sina dalam abad pertengahan di Eropa sangat berpengaruh.[24]
Dalam dunia Islam kitab-kitab Ibnu Sina terkenal, bukan saja karena kepadatan
ilmunya, akan tetapi karena bahasanya yang baik dan caranya menulis sangat
terang. Selain menulis dalam bahasa Arab, Ibnu Sina juga menulis dalam bahasa
Persia. Buku -bukunya dalam bahasa Persia, telah diterbitkan di Teheran dalam
tahun 1954.
Dapat disimpulkan bahwa begitu besarnya pengaruh dari
sosok Ibnu Sina mengenai pemikiran yang beliau tuangkan kepada kita. Ide-ide
cemerlang dari ibnu sina memberikan dampak signifikan dalam ilmu pengetahuan,
untuk itulah mari kita memperbanyak syukur karena kita dapat mengetahui
ilmu-ilmu dari karya-karya Ibnu Sina.
PENUTUP
A.
Simpulan
Nama
lengkap Ibnu sina adalah Abu `Ali al-Husain ibnu `Abdillah ibn Hasan
ibnu `Ali Sina. Di Eropa (dunia Barat) ibnu sina lebih dikenal dengan
sebutan akibat terjadinya metamorphose
Yahudi- Spanyol-Latin. Dari bahasa Spanyol kata Ibnu untuk ibnu sina diucapkan
Aben atau Even. Dalam bidang Pendidikan lain, beliau
juga mempelajari beberapa disiplin ilmu diantaranya Matematika, logika, fisika,
kedokteran, Astronomi, Hukum, dan sebagainya.
Dengan kecerdasan yang beliau miliki, beliau banyak mempelajari filsafat
dan cabang - cabangnya, kesungguhan yang cukup mengagumkan ini menunjukkan
bahwa ketinggian otodidaknya, namun pada saat ia menyelami ilmu metafisika nya
Arisstoteles, beliau mengalami kesulitan kendati sudah berulang-ulang
membacanya bahkan beliau menghafalnya, tetap saja beliau belum dapat memahami
isinya. setelah ia membaca karya Al-Farabi dalam buku risalahnya, barulah Ibnu
Sina dapat memahami ilmu metafisika dengan baik. Pelajaran
penting bisa diambil dari kisah ibnu sina diatas dari mulai masa kecil, masa
remaja hingga masa tuanya adalah bahwa hidup ini memang penuh perjuangan serta
kerja keras dalam hal menuntut ilmu agar ilmu itu bisa berguna untuk diri
sendiri dan orang lain.
B. Rekomendasi
Sebagai manusia biasa yang jauh dari
kesempurnaan dan karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan, maka kami mohon
kepada rekan-rekan mahasiswa dan Papak dosen kiranya dapat mengoreksi makalah
ini, jika terdapat kesalahan-kesalahan baik dalam penyajian materi maupun segi
penulisan yang tidak sesuai dengan standar yang telah ditentukan sehingga dapat
menjadi bahan acuan bagi penulisan selanjutnya.
[1] M. Atiqul Haque, Wajah Peradaban:
Menelusuri Jejak Pribadi-Pribadi Besar Islam, Terj. Budi Rahmat et.al,
(Bandung: Zaman, 1998), hal. 67
[2]
Sirajuddin Zar, Filsafat Islam Filosof of
Filsafatnya, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009), hal. 91
[3]
Muhammad Athif
al- `Iraqy, al-Falsafat al-Islamiyyat, (Kairo: Dar al-Ma`arif, 1978), hal. 43
[5] Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari
Berbagai Aspeknya, (Jakarta: Penerbit UniversitasIndonesia), 1996, hal. 50
[6]
Harun Nasution,
Falsafat dan Mistisme dalam Islam, (Jakarta : Bulan Bintang), 1992, hal. 34
[7]
Harun Nasution,
Falsafat dan Mistisme dalam Islam, (Jakarta : Bulan Bintang), 1992, hal. 34
[8]
Syamsul Rizal, Pengantar
Filsafat Islam,( Bandung: CitaPustaka Media Perintis, 2010), hal. 141
[9]
Ibn Ushaibah,
Uyun al-Anba,Juz II, ( Mesir : Al-Mathba’ah al-Wahabiyyah, 1299 H), hal. 2
[10] H. Zaenal Abidin Ahmad, Ibnu Siena (Avecenna) Sarjana
dan Filosuf Dunia, (Bulan Bintang), 1949, hal. 49
[11] Majid Fakhry, Sejarah Filsafat Islam, kutipan:
Sirajuddin, Op Cit, hal. 93
[12]Muhammad Athif al- `Iraqy, Op Cit, hal. 44
[13] Syamsul Rizal, Op Cit, hal. 144
[14] Desmond Stewart, early Islam, (New York:Time Inc,
1967), h. 127
[15] Lihat fazlur
Rahman, Avicenna’s Psychology, (London : Oxford University Press,1959), h. 64.
[16] Abuddin Nata,
Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, ( Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,
2000), h. 65.
[17] Natsir Arsyad ,
Ilmuwan Muslim Sepanjang Sejarah (Bandung : Mizan, 1989), hal. 61
[18] George Sarton, A History of Science (New York: Harvard
University Press, 1952) hal. 31
[19] Seyyed Hossein Nasr, Science and Civilization in Islam
(Cambridge: The Islamic Texts Society 1987), hal 51
[20] Arsyad, Opcit
[21] Imam Munawir, Mengenal Pribadi 30 Pendekar dan
Pemikir Islam dari masa kemasa , (Surabaya : PT. Bina Ilmu1985), hal. 332 - 333
[22] Oemar Amin Hoesin, Filsafat Islam , (Jakarta : Bulan
Bintang 1975), hal. 112 - 113
[23] Athif al- `Iraqy, Muhammad, al-Falsafat al-Islamiyyat,
(Kairo: Dar al-Ma`arif, 1978). Hal. 34
[24] De Lacy o’Leary, Al-Fikr al-‘Arabi wa Makanuhu fi
al-Tarikh,( Mesir : al-Muassasah a‘Ammah,1401 H), h. 181
DAFTAR PUSTAKA
Athif
al- `Iraqy, Muhammad, al-Falsafat al-Islamiyyat, (Kairo: Dar al-Ma`arif, 1978).
Arsyad,
Natsir, Ilmuwan Muslim Sepanjang Sejarah (Bandung: Mizan, 1989).
Haque,
M. Atiqul, Wajah Peradaban: Menelusuri Jejak Pribadi-Pribadi Besar Islam, Terj.
Budi Rahmat et.al, (Bandung: Zaman, 1998).
Hasyimsyah,
Filsafat Islam, (Jakarta: Gaya Media Pertama, 2002), Cet. VI.
Hoesin,
Oemar Amin, Filsafat Islam , (Jakarta : Bulan Bintang, 1975).
Madjid
, Nurcholis, Kaki Langit Peradaban Islam, (Jakarta:Paramadina, 1997).
Munawir,
Imam, Mengenal Pribadi 30 Pendekar dan Pemikir Islam dari masa ke masa ,
(Surabaya : PT. Bina Ilmu, 1985).
Nasution,
Harun, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: Universitas Indonesia,
1996).
Nata,
Abuddin, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, (Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada, 2000).
Nasr,
Seyyed Hossein, Science and Civilization in Islam (Cambridge, 1968).
o’Leary, De Lacy, Al-Fikr al-‘Arabi wa Makanuhu fi al-Tarikh, (Mesir : al- Muassasah al-‘Ammah,1401 H).
o’Leary, De Lacy, Al-Fikr al-‘Arabi wa Makanuhu fi al-Tarikh, (Mesir : al- Muassasah al-‘Ammah,1401 H).
Rahman,
fazlur, ’s Psychology, (London : Oxford University Press, 1959)
Riswanto,
Arif Munandar, Buku Pintar Islam, (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2010)
Sarton,
George , A History of Science (New York: Harvard University Press,1952)
Ushaibah,
Ibn,Uyun al-Anba, Juz II, (Mesir : Al-Mathba’ah al-Wahabiyyah, 1299 H)
Zaenal
Abidin, Ahmad, Ibnu Siena (Avecenna) Sarjana dan Filosuf Dunia, (Bulan Bintang, 1949)
Zar, Sirajuddin, Filsafat Islam Filosof of Filsafatnya, ( Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada, 2009).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar