Rabu, 17 April 2013

PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA KERAJAAN MUSLIM




BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Masa kerajaan islam merupakan salah satu dari periodesasi perjalanan pendidikan sejarah pendidikan islam di Indonesia. Hal ini kaena lahirnya kerajaan islalm yang disertai berbagai kebijakan dari penguasaannya. Saat itu sangat mewarnai sejarah islam di Indonesia. Terlebih-lebih agama islam juga pernah dijadikan sebagai agama resmi Negara atau kerajaan pada saat itu.
Perjalanan sejarah pendidikan islam di Indonesia tidak bisa mengesampingkan keadaan islam  pada masa kerajaan islam ini. Pendidikan islam itu menjadi tolak ukur bagaimana islam dan umatnya telah memainkan peranannya dalam berbagai aspek social, politik, maupun budaya. Oleh karena itu, untuk melacak sejarah pendidikan islam di Indonesia dengan periodesasinya, baik dalam pemikiran, isi maupun pertumbuhan organisasi dan kelembagaannya. Tidak mugkin dilepaskan dari fase-fase yang dilaluinya.

B.     Rumusan Masalah
  Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas maka permasalahan mendasar yang hendak ditelaah dalam makalah ini adalah:
1.      Bagaiman Pertumbuhan dan Perkembangan Pendidikan Islam di Indonesia ?
2.      Apa Akibat Munculnya kerajaan Islam?

C.    Tujuan Masalah
Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk:
1.      Mengetahui  Pertumbuhan dan Perkembangan Pendidikan Islam di Indonesia.
2.      Mengetahui Akibat Munculnya kerajaan Islam.



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Masuknya Islam ke Indonesia
Tidak ada perdebatan bahwa Islam masuk ke Indonesia dengan cara damai. Namun, terdapat diskusi dan perdebatan panjang di antara para ahli, mengenai tiga masalah pokok, tempat asal kedatangan Islam, para pembawanya, dan waktu kedatangannya. Berbagai teori dan pembahasan yang berusaha menjawab ketiga masalah pokok ini jelas belum tuntas, tidak hanya kurangnya data yang dapat mendukung suatu teori tertentu, tetapi juga karena sifat sepihak dari berbagai teori yang ada. Terdapat kecenderungan kuat, suatu teori tertentu menekankan hanya aspek-aspek khusus dari ketiga masalah pokok, sementara mengabaikan aspek-aspek lainnya. Dan juga disebabkan oleh subjektivitas penulis.
Islam menyebar di India dan semenanjung Arab hingga ke Malasya dan masuk ke Indonesia. Pada beberapa daerah, Islam disebarkan melalui penaklukkan, akan tetapi di Asia Tenggara Islam disebarkan oleh para pedagang dan aktivitas sufi. Dalam berbagai literatur yang ada, banyak pendapat yang dikemukakan oleh para ahli mengenai tiga persoalan di atas, namun di sini hanya akan dikemukakan beberapa masalah saja.
Seorang penulis berkebangsaan Barat, Thomas W. Arnold menjelaskan bahwa telah dibawa ke Nusantara oleh pedagang-pedagang Arab sehak abad pertama hijriah, lama sebelum adanya catatan sejarah. Pernyataan ini diperkuat dengan adanya perdagangan yang luas oleh orang-orang Arab dengan dunia timur sejak masa awal Islam. Di dalam Tarikh China, pada tahun 674 M, terdapat catatan tentang seorang pemimpin Arab yang mengepalai rombongan orang-orang Arab dan menetap di pantai barat Sumatera. Kemudian berdasarkan kesamaan mazhab yang dianut oleh mereka (pedagang dan muhballigh) anut, yaitu mazhab Syafi’i. Pada masa itu mazhab Syafi’I merupakan mazhab yang dominan di pantai Corromandel dan Malabor ketika Ibnu Batutah mengunjungi wilayah tersebut pada abad ke-14.
Dalam pernyataan di atas, Arnold mengatakan bahwa Arabia bukan satu-satunya tempat asal Islam dibawa, tapi juga dari Corromander dan Malabar. Versi lain yang dipaparkan oleh Azra yang mengutip beberapa  pendapat dan teori sarjana, kebanyakan sarjana Belanda yang berpegang pada teori yang mengatakan bahwa Islam masuk ke Nusantara berasal dari anak Benua India bukan Persia atau Arab. Sarjana pertama yang mengemukakan teori ini adalah Pijnappel, seorang pakar dari Leiden. Dia mengaitkan asal muasal Islam di Nusantara dengan  dengan wilayah Gujarat dan Malabar. Menurut dia, adalah orang-orang yang bermazhab Syafi’i yang bermigrasi dan menetap di wilayah India tersebut yang kemudian membawa Islam ke Nusantara. Teori ini dikembangkan oleh Snoujk Hurgronje Moquetta, seorang sarjana Belanda lainnya, berdasarkan hasil penelitiannya menyimpulkan bawha tempat asal Islam di Nusantara adalah Cambay, Gujarat. Dia berargument bahwa tipe nisan yang terdapat baik di Pasai maupun Gresik memperlihatkan tipe yang sama dengan yang terdapat di Cambay, India. Selain dari itu, seminar yang dilaksanakan di Medan pada tahun 1963, tahun 1978 di Banda Aceh, dan tanggal 30 september 1980 di Rantau Kuala Simpang tentang sejarah masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia menyimpulkan bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pada abad I H langsung dari tanah Arab melalui Aceh. Kemudian daerah yang pertama kali didatangi Islam ialah pesisir Sumatera. Para muballigh itu selain sebagai penyiar agama juga merupakan pedagang. Dan penyiaran Islam di Indonesia dilakukan secara damai.
Teori versi Indonesia menjelaskan bahwa Islam masuk ke Indonesia dibawa oleh para pedangan dari Persia, Arab dan India melalui pelabuhan penting  seperti pelabuhan Lamuri di Aceh, Barus dan Palembang di Sumatera sekitar abad I H/7 M.

B.     Pendidikan Islam Pada Masa Kerajaan-Kerajaan
1. Zaman Kerajaan Samudra Pasai
Kerajaan Islam pertama di Indonesia adalah kerajaan Samudra Pasai, yang didirikan pada abad ke-10 M dengan raja pertamanya Malik Ibrahim bin Mahdum. Yang kedua bernama Al-Malik Al-Shaleh dan yang terakhir bernama Al-Malik Sabar Syah (tahun 1444 M/ abad ke-15 H). Pada tahun 1345, Ibnu Batutah dari Maroko sempat singgah di Kerajaan Pasai pada zaman pemerintahan Malik Az-Zahir, raja yang terkenal alim dalam ilmu agama dan bermazhab Syafi’i, mengadakan pengajian sampai waktu sholat Ashar dan fasih berbahasa Arab serta mempraktekkan pola hidup yang sederhana.
Keterangan Ibnu Batutah tersebut dapat ditarik kesimpulan pendidikan yang berlaku di zaman kerajaan Pasai sebagai berikut:
1.      Materi pendidikan dan pengajaran agama bidang syari’at adalah Fiqh mazhab Syafi’i.
2.      Sistem pendidikannya secara informal berupa majlis ta’lim dan halaqoh.
3.      Tokoh pemerintahan merangkap tokoh agama.
4.      Biaya pendidikan bersumber dari negara.
Pada zaman kerajaan Samudra Pasai mencapai kejayaannya pada abad ke-14 M, maka pendidikan juga tentu mendapat tempat tersendiri. Mengutip keterangan Tome Pires, yang menyatakan bahwa “di Samudra Pasai banyak terdapat kota, dimana antar warga kota tersebut terdapat orang-orang berpendidikan”.
Menurut Ibnu Batutah juga, Pasai pada abad ke-14 M, sudah merupakan pusat studi Islam di Asia Tenggara, dan banyak berkumpul ulama-ulama dari negara-negara Islam. Ibnu Batutah menyatakan bahwa Sultan Malikul Zahir adalah orang yang cinta kepada para ulama dan ilmu pengetahuan. Bila hari jum’at tiba, Sultan sembahyang di Masjid menggunakan pakaian ulama, setelah sembahyang mengadakan diskusi dengan para alim pengetahuan agama, antara lain: Amir Abdullah dari Delhi, dan Tajudin dari Ispahan. Bentuk pendidikan dengan cara diskusi disebut Majlis Ta’lim atau halaqoh. Sistem halaqoh yaitu para murid mengambil posisi melingkari guru. Guru duduk di tengah-tengah lingkaran murid dengan posisi seluruh wajah murid menghadap guru.
2. Zaman Kerajaan Perlak
Kerajaan Islam kedua di Indonesia adalah Perlak di Aceh. Rajanya yang pertama Sultan Alaudin (tahun 1161-1186 H/abad 12 M). Antara Pasai dan Perlak terjalin kerja sama yang baik sehingga seorang Raja Pasai menikah dengan Putri Raja Perlak. Perlak merupakan daerah yang terletak sangat strategis di Pantai Selat Malaka, dan bebas dari pengaruh Hindu.
Kerajaan Islam Perlak juga memiliki pusat pendidikan Islam Dayah Cot Kala. Dayah disamakan dengan Perguruan Tinggi, materi yang diajarkan yaitu bahasa Arab, tauhid, tasawuf, akhlak, ilmu bumi, ilmu bahasa dan sastra Arab, sejarah dan tata negara, mantiq, ilmu falaq dan filsafat. Daerahnya kira-kira dekat Aceh Timur sekarang. Pendirinya adalah ulama Pangeran Teungku Chik M.Amin, pada akhir abad ke-3 H, abad 10 M. Inilah pusat pendidikan pertama.
Rajanya yang ke enam bernama Sultan Mahdum Alaudin Muhammad Amin yang memerintah antara tahun 1243-1267 M, terkenal sebagai seorang Sultan yang arif bijaksana lagi alim. Beliau adalah seorang ulama yang mendirikan Perguruan Tinggi Islam yaitu suatu Majlis Taklim tinggi dihadiri khusus oleh para murid yang sudah alim. Lembaga tersebut juga mengajarkan dan membacakan kitab-kitab agama yang berbobot pengetahuan tinggi, misalnya kitab Al-Umm karangan Imam Syafi’i. Dengan demikian pada kerajaan Perlak ini proses pendidikan Islam telah berjalan cukup baik.
3. Zaman Kerajaan Aceh Darussalam
Proklamasi kerajaan Aceh Darussalam adalah hasil peleburan kerajaan Islam Aceh di belahan Barat dan Kerajaan Islam Samudra Pasai di belahan Timur. Putra Sultan Abidin Syamsu Syah diangkat menjadi Raja dengan Sultan Alaudin Ali Mughayat Syah (1507-1522 M). Bentuk teritorial yang terkecil dari susunan pemerintahan Kerajaan Aceh adalah Gampong (Kampung), yang dikepalai oleh seorang Keucik dan Waki (wakil). Gampong-gampong yang letaknya berdekatan dan yang penduduknya melakukan ibadah bersama pada hari jum’at di sebuah masjid merupakan suatu kekuasaan wilayah yang disebut mukim, yang memegang peranan pimpinan mukim disebut Imeum mukim.
Jenjang pendidikan yang ada di Kerajaan Aceh Darussalam diawali pendidikan terendah Meunasah (Madrasah). Yang berarti tempat belajar atau sekolah, terdapat di setiap gampong dan mempunyai multi fungsi antara lain:
1.      Sebagai tempat belajar Al-Qur’an.
2.      Sebagai Sekolah Dasar, dengan materi yang diajarkan yaitu menulis dan membaca huruf Arab, Ilmu agama, bahasa Melayu, akhlak dan sejarah Islam.
Fungsi lainnya adalah sebagai berikut:
1.      Sebagai tempat ibadah sholat 5 waktu untuk kampung itu.
2.      Sebagai tempat sholat tarawih dan tempat membaca Al-Qur’an di bulan puasa.
3.      Tempat kenduri Maulud pada bulan Mauludan.
4.      Tempat menyerahkan zakat fitrah pada hari menjelang Idhul Fitri atau bulan puasa.
5.      Tempat mengadakan perdamaian bila terjadi sengketa antara anggota kampung.
6.      Tempat bermusyawarah dalam segala urusan.
7.      Letak meunasah harus berbeda dengan letak rumah, supaya orang segera dapat mengetahui mana yang rumah atau meunasah dan mengetahui arah kiblat sholat.
Selanjutnya sistem pendidikan di Dayah (Pesantren) seperti di Meunasah tetapi materi yang diajarkan adalah kitab Nahu, yang diartikan kitab yang dalam Bahasa Arab, meskipun arti Nahu sendiri adalah tata bahasa (Arab). Dayah biasanya dekat masjid, meskipun ada juga di dekat Teungku yang memiliki dayah itu sendiri, terutama dayah yang tingkat pelajarannya sudah tinggi. Oleh karena itu orang yang ingin belajar nahu itu tidak dapat belajar sambilan, untuk itu mereka harus memilih dayah yang agak jauh sedikit dari kampungnya dan tinggal di dayah tersebut yang disebut Meudagang. Di dayah telah disediakan pondok-pondok kecil mamuat dua orang tiap rumah. Dalam buku karangan Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, istilah Rangkang merupakan madrasah seringkat Tsanawiyah, materi yang diajarkan yaitu bahasa Arab, ilmu bumi, sejarah, berhitung, dan akhlak. Rangkang juga diselenggarakan disetiap mukim.
Bidang pendidikan di kerajaan Aceh Darussalam benar-benar menjadi perhatian. Pada saat itu terdapat lembaga-lembaga negara yang bertugas dalam bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan yaitu:
1.      Balai Seutia Hukama, merupakan lembaga ilmu pengetahuan, tempat berkumpulnya para ulama, ahli pikir dan cendikiawan untuk membahas dan mengembangkan ilmu pengetahuan.
2.      Balai Seutia Ulama, merupakan jawatan pendidikan yang bertugas mengurus masalah-masalah pendidikan dan pengajaran.
3.      Balai Jama’ah Himpunan Ulama, merupakan kelompok studi tempat para ulama dan sarjana berkumpul untuk bertukar fikiran membahas persoalan pendidikan dan ilmu pendidikannya.
Aceh pada saat itu merupakan sumber ilmu pengetahuan dengan sarjana-sarjanaya yang terkenal di dalam dan luar negeri. Sehingga banyak orang luar datang ke Aceh untuk menuntut ilmu, bahkan ibukota Aceh Darussalam berkembang menjadi kota Internasional dan menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan.
Kerajaan Aceh telah menjalin suatu hubungan persahabatan dengan kerajaan Islam terkemuka di Timur Tengah yaitu kerajaan Turki. Pada masa itu banyak pula ulama dan pujangga-pujangga dari berbagai negeri Islam yang datang ke Aceh. Para ulama dan pujangga ini mengajarkan ilmu agama Islam (Theologi Islam) dan berbagai ilmu pengetahuan serta menulis bermacam-macam kitab berisi ajaran agama. Karenanya pengajaran agama Islam di Aceh menjadi penting dan Aceh menjadi kerajaan Islam yang kuat di nusantara. Diantara para ulama dan pijangga yang pernah datang ke kerajaan Aceh antara lain Muhammad Azhari yang mengajar ilmu Metafisika, Syekh Abdul Khair Ibn Syekh Hajar ahli dalam bidang pogmatic dan mistik, Muhammad Yamani ahli dalam bidang ilmu usul fiqh dan Syekh Muhammad Jailani Ibn Hasan yang mengajar logika.
Tokoh pendidikan agama Islam lainnya yang berada di kerajaan Aceh adalah Hamzah Fansuri. Ia merupakan seorang pujangga dan guru agama yang terkenal dengan ajaran tasawuf yang beraliran wujudiyah. Diantara karya-karya Hamzah Fansuri adalah Asrar Al-Aufin, Syarab Al-Asyikin, dan Zuiat Al-Nuwahidin. Sebagai seorang pujangga ia menghasilkan karya-karya, Syair si burung pungguk, syair perahu. Ulama penting lainnnya adalah Syamsuddin As-Samathrani atau lebih dikenal dengan Syamsuddin Pasai. Ia adalah murid dari Hamzah Fansuri yang mengembangkan paham wujudiyah di Aceh. Kitab yang ditulis, Mir’atul al-Qulub, Miratul Mukmin dan lainnya. Ulama dan pujangga lain yang pernah datang ke kerajaan Aceh ialah Syekh Nuruddin Ar-Raniri. Ia menentang paham wujudiyah dan menulis banyak kitab mengenai agama Islam dalam bahasa Arab maupun Melayu klasik. Kitab yang terbesar dan tertinggi mutu dalam kesustraan Melayu klasik dan berisi tentang sejarah kerajaan Aceh adalah kitab Bustanul Salatin. Pada masa kejayaan kerajaan Aceh, masa Sultan Iskandar Muda (1607-1636) oleh Sultannya banyak didirikan masjid sebagai tempat beribadah umat Islam, salah satu masjid yang terkenal Masjid Baitul Rahman, yang juga dijadikan sebagai Perguruan Tinggi dan mempunyai 17 daars (fakultas).
Dengan melihat banyak para ulama dan pujangga yang datang ke Aceh, serta adanya Perguruan Tinggi, maka dapat dipastikan bahwa kerajaan Aceh menjadi pusat studi Islam. Karena faktor agama Islam merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat Aceh pada periode berikutnya. Menurut B.J. Boland, bahwa seorang Aceh adalah seorang Islam.
4. Kerajaan Langkat
Berdasarkan data yang didapatkan bahwa sebelum tahun 1900, kerajaan Langkat belum memiliki lembaga pendidikan formal. Pendidikan yang dilaksanakan masih dengan pendidikan non formal, yaitu dengan belajar kepada guru-guru agama ataupun ahli-ahli dalam bidang tertentu. Bagi keluarga kerajaan juga diberikan pendidikan yang seperti ini. Para guru-guru itu diundang ke istana untuk memberikan ceramah dan pengajaran kepada raja beserta keluarganya. Ketika itu dinamika intelektual khususnya dalam bidang pendidikan belum menjadi fokus perhatian para sultan. Nampaknya mereka masih sibuk dengan masalah politik yang terjadi, yaitu berkaitan dengan perluasan wilayah kekuasaan dan lain sebagainya. Hal tersebut menjadikan dinamika intelektual di Langkat tidak berkembang dengan baik dan kurang mendapat perhatian. Baru, setelah sultan Abdul Aziz menjadi sultan Langkat, lembaga pendidikan formal yang dinamakan maktab (baca: madrasah) dapat berdiri dan menjadi pusat pendidikan agama  bagi masyarakat Langkat.
Dengan berdirinya madrasah Al-masrullah tahun 1912, madrasah Aziziah pada tahun  1914 dan madrasah Mahmudiyah tahun 1921, maka Langkat menjadi salah satu dari tempat yang dituju oleh pencari-pencari ilmu dari berbagai daerah. Disebutkan bahwa selain dari masyarakat Langkat yang belajar pada kedua maktab tersebut, maka banyak pelajar-pelajar yang datang dari dalam dan luar pulau Sumatera, seperti Riau, Jambi, Tapanuli, Kalimantan Barat, Malaysia, Brunei dan lain sebagainya.
Pada awalnya madrasah (maktab) ini hanya disediakan untuk anak-anak keturunan raja dan bangsawan saja, namun pada perkembangannya maktab ini memberikan kesempatan kepada siapa saja untuk dapat belajar dan menuntut ilmu. Beberapa tokoh nasional yang pernah belajar di maktab ini antara lain adalah Tengku Amir Hamzah dan  Adam Malik (mantan wakil presiden RI).
Dalam biografinya Adam Malik meyebutkan bahwa madrasah Al-masrullah termasuk lembaga yang mempunyai bangunan bagus dan modern menurut ukuran zaman tersebut. Di mana masing-masing anak dari keluarga berada (kaya) mendapat kamar-kamar tersendiri. Sistem pendidikan yang dijalankan pada sekolah ini sama seperti sistem sekolah umum di Inggris, di mana anak laki-laki usia 12 tahun mulai dipisahkan dari orang tua mereka untuk tinggal di kamar-kamar tersendiri dalam suasana yang penuh disiplin. Fasilitas-fasilitas olah raga juga disediakan di sekolah tersebut seperti lapangan untuk bermain bola dan kolam renang milik kesultanan Langkat.
Ketiga lembaga pendidikan tersebut didirikan oleh sultan Abdul Aziz yang kemudian diberi nama dengan perguruan Jama’iyah Mahmudiyah. Pada tahun 1923 perguruan Jama’iyah Mahmudiyah telah memiliki 22 ruang belajar, 12 ruang asrama, disamping berbagai fasilitas lainnya seperti 2 buah Aula, sebuah rumah panti asuhan untuk yatim piatu, kolam renang, lapangan bola dan sebagainya. Untuk meningkatkan mutu pendidikan pada perguruan Jama’iyah Mahmudiyah, maka tenaga pengajarnya  sebagian besar merupakan guru-guru yang pernah belajar ke Timur tengah seperti Mekkah, Medinah dan Mesir. Mereka semua dikirim atas biaya Sultan setelah sebelumnya diseleksi terlebih dahulu, hingga sekitar tahun 1930 siswa-siswa yang belajar di perguruan ini sekitar 2000 orang yang berasal dari berbagai macam daerah.
Selanjutnya sultan Abdul Azis kemudian mendirikan lembaga pendidikan umum bagi masyarakat Langkat yaitu sekolah HIS dan Sekolah Melayu, yang banyak memberikan materi-materi pelajaran umum. Mengenai gaji-gaji guru dan biaya perawatan bangunan semuanya ditanggung oleh pihak kesultanan Langkat, dalam hal ini dapat dikatakan bahwa segala biaya yang berkaitan dengan fasilitas-fasilitas pendidikan di Langkat ditanggung sepenuhnya oleh pemerintahan kerajaan.
5.    Kerajan Islam di Jawa (Demak)
Tentang berdirinya Kerajaan Dmeka, para ahli sejarah tampaknya berbeda pendapat. Sebagian ahli berpendapat bahwa Kerajaan demak berdiri pada tahun 1478 M, pendapat ini berdasarkan atas jatuhnya Kerajaan Majapahit. Adapula yang berpendapat, bahwa Kerajaan Demak berdiri pada tahun 1518 M. hal ini berdasarkan, bahwa pada tahun tersebut merupakan tahun mendapat serbuan tentara Raden Fatah dari Demak.
Kendatipun demikian, kehadiran Kerajaan Demak bukan penyabab runtuhnya Majapahit, keruntuhannya lebih banyak disebabkan kelamahan dan keancuran Majapaht dari dalam sendiri setelah wafatnya Hayam Wuruk dan Patih Gajah Mada. Kerajaan Majapahit didahuluii oleh kelemahan pemerintah pusatnya yang disusul oleh perang saudara. Misalnya perang antara Bre WIrabumi dengan putri mahkota Kusumawardhani, peran saudara di Majapahit ini berkepanjangan denganmemakan waktu ± 30 tahun, yang melibatkan 6 rang ahli waris dari Hayam Wuruk. Dengan demikian kerunthnan tersebut jelas bnukan disebabkan oleh agama Islam. Kehadiran Kerajaan Islam Demak dipandang oleh rakyat Majapahit sebagai cahaya baru yang membawa harapan. Kerajaan islam itu diharapkan sebagai kekuatan baru yang akan menghalau segala bentuk penederitaan lahir batin dan mendatangkan kesejahteraan. Raja majapahit sudah kenal Islam jauh sebelum kerajan Demak berdiri. Bahkan keluarga Raja Brawijaya sendiri kenal agama Islam melalui putri Cempa yang selalu bersikap ramah dan damai.
6.    Kerajaan Islam Mataram
Kerajaan Demak ternyata tidak bertahan lama, pada tahun 1568 M terjadi perpindahan kekuasaan dari Demak ke Panjang. Namun adanya perpindahan ini tidak menyebabkan terjadinya perubahan yang berarti terhadap sistem pendidikan dan pengajaran Islam yang sudah berjalan.
Baru setelah pusat Kerajaan Islam berpindah dari Pajang ke Mataram (1586), terutama di saat Sultan Agung (1613) berkuasa, terjadi beberapa macam perubahan. Sultan agung setelah mempersatukan Jawa Timur dengan Mataram serta daerah-daerah yang lain, sejak tahun 1630 M mencurahkan perhatiannya untuk membangun negara, seperti menggalakkan pertanian, perdagangan dengan luar negeri dan sebagainya, bakan pada zaman Sultan Agung juga kebudayaan, kesenian dan keesusasteraan sangat maju.
Atas usaha dan kebijaksanaan dari Sultan Agunglah kebudayaan lama yang berdasarkan Indonesia asli dan Hindu dapat diadaptasikan dengan agama dan kebudayaan Islam, seperti:
a.     Gerebeg di sesuaikan dengan hari raya Idul Fitri dan Maulid Nabi.
b.    Gamelan sekaten yang hanya dibunyikan pada gerebeg mulud, atas kehendak Sultan Agung dipukul di halaman masjid besar
c.     Karena hitungan tahun Saka (hindu) yang dipakai di Indonesia (Jawa) berdasarkan hitungan perjalanan matahari, berbeda dengan tahun Hijriah yang berdasarkan perjalanan bulan, maka pada tahun 1633 M atas perintah Sultan Agung, tahun saka yang telah berangka 1555 saka.
7.    Kerajaan Kalimantan
Islam maulai masuk di Kalimantan pada abad ke 15 M dengan cara damai, dibawa oleh muballig dari Jawa. Sunan Bonang dan SUnan Giri mempunyai santri-santri dari Kalimanta, Sulawesi dan Maluku. Sunan Giri, ketika berumur 23 tahun, pergi ke Kalimantan bersama saudagar Kamboja bernama Abu Hurairah. Gubahan SUnan Giri bernama Kalam Muyang dan gubahan SUnan Bonag bernama Sumur Serumbung menjadi buah mulut di Kalimantan. Muballig lainnya dari Jawa adalah Sayid NGabdul Rhman alias Khatib Daiyan dari Kediri.
Perkembangan Islam mulai mantap setelah berdirinya Kerajaan Islam di Bandar Masih di bawah pimpinan Sultan Suriansyah taun 1540 M bergelar pangeran Samudera dan dibantu oleh Patih Masih.
Pada tahun 1710 di Kalimantan terdapat seorang ulama besar bernama syekh Arsyah al Banjari dari desa Kalampayan yang terkenal sebagai pendidik dan muballlig besar. Pengaruhnya meliputi seluruh kaimantan (selatan, Timur dan Barat).
8.    Kerajaan Islam di Maluku
Islam masuk di Maluku dibawa oleh Muballig dari Jawa sejak zaman SUnan Giri dan dari Malaka. Raja maluku yang pertama masuk Islam adalah Sultan Ternate bernama Marhum pada tahun 1465-1486 M, atas pengaruh Maulana Husain, saudagar dari Jawa. Raja Maluku yang terkenal di bidang pendidikan dan dakwah Islam ialah sultan Zainudin Abidin, tahun 1486-1500 M. dakwah Islam di Maluku menghadapi dua tantangan, ayaitu yang datang dari orang-orang yang masih animis dan dari orang Portugais yang mengkristenkan penduduk Maluku. Sultan Sairun adalah tokoh yang pa,ling keras melawan orang Portugis dan usha Kristenisasi di Maluku. Tokoh missi Katholik yang perma di maluku ialam Fransiscus Zaverius tahun 1546 M. ia berhasil mengkhatolikkan sebagian dari penduduk maluku.
9.    Kerajaan di Sulawesi
Kerajaan yang mula-,ula berdasarkan Islam adalah Kerajaan Kembar Gowa Tallo tahun 1605 M. rajanya bernama I. Mallingkaang Daeng Mansyonri yang kemudian bergantiu nama dengan Sultan Abdullah Awwalul Islam. Menyusul di belakangnya raja Gowa bernama Sultan Aluddin. Dalam waktu dua tahun seluruh rakyatnya telah memeluk Islam. Muballig Islam yang berjasa di sana ialah Abdul Qorid Katib Tunggal gelar Dato Ri Bandang berasal dari Minangkabau, murid Sunan Giri. Seorang Portugis bernmama Pinto pada tahun 1544 M menyatakan telah mengunjungi SUlawesi dan berjumpa dengan pedagang-pedagang (muballig) Islam dari Malaka dan Patani (Thailand).
Pengaruh raja gowa dan Tallo dalam dakwah Islam sangatr besar terhadap raja-raja kecil lainnya. Diantara raja-raja itu sudah ada perjanjian yang berbunyi sebagia berikut: “Barangsiapa yang menemukan jalan yang lebih baik, maka ia berjanji akan memberitahukan kepada raja-raja yang menjadi sekutunya”. Jalan idisini berarti jalan idup atau agama. Dengan demikian maka Islam ikut mempersatukan kerajaan-Kerajaan yang semula selalu berperang itu.
Diantara ualam besar kelahiran Sulawesi sendiri adalah Syekh Maulana Yusuf yang belajar di Mekkah pada thaun 1644 M. ia pulang ke Indonesia dan menetap di Banten. Banyak santrinya datang dari Makasar, kemudian karna memberontak, dibuang oleh Belanda ke Sri Langka dan wafat di Afrika Selatan. Jenazahnya dipulangkan ke Makasar dan dikubur disana, ia mengarang kitab Tasawuf dalam Bahasa Arab, Bugis, Melayu dan Jawa.
Dari Sulawesi Selatan, AGAMA Islam mengembang ke Sulawesi Tengah dan Utara. Islam masuk daerah Manado pada zaman Sultan Hasanuddin, ke daerah Bolaang Mangondow di Sulawesi Utara pada tahun 1560 M, ke Gorontalo tahun 1612 M. Buku-buku lama di Gorontalo ditulis dengan huruf Arab.

















BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
Proses dan sistem pendidikan Islam pada masa kerajaan Islam di Indonesia sudah berlangsung cukup baik. Terbukti dengan adanya kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia sebagai pusat-pusat kekuasaan Islam di Indonesia ini sangat berpengaruh bagi proses islamisasi di Indonesia sebagai peranannya didalam penyiaran agama Islam, melalui para Ulama sebagai mubaligh/ pendidik dalam penyiaran agama Islam dan kerajaan Islam sebagai wadah kekuasaan politik Islam, keduanya sangat berperan dalam mempercepat tersebarnya Islam ke berbagai wilayah di Indonesia.
Selain mengikuti sistem yang telah diajarkan oleh Nabi, maka sistem pelaksaan pendidikan Islam yang berlaku pada masa kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia hampir sama, yaitu dengan mendirikan masjid sebagai pusat pendidikan, serta mengadakan halaqoh majelis ta’lim untuk mendiskusikan ilmu-ilmu agama.

B.     Rekomendasi
Sebagai manusia biasa yang jauh dari kesempurnaan dan karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan, maka kami mohon kepada rekan-rekan mahasiswa dan Papak dosen kiranya dapat mengoreksi makalah ini, jika terdapat kesalahan-kesalahan baik dalam penyajian materi maupun segi penulisan yang tidak sesuai dengan standar yang telah ditentukan sehingga dapat menjadi bahan acuan bagi penulisan selanjutnya.


DAFTAR PUSTAKA

Taqiyuddin, Pendidikan Islam dalam Lintas Sejarah Nasional, CV. Pangger: Cirebon,  2013.
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2001.
Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2000.



 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar