BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa kerajaan islam merupakan salah satu
dari periodesasi perjalanan pendidikan sejarah pendidikan islam di Indonesia.
Hal ini kaena lahirnya kerajaan islalm yang disertai berbagai kebijakan dari
penguasaannya. Saat itu sangat mewarnai sejarah islam di Indonesia.
Terlebih-lebih agama islam juga pernah dijadikan sebagai agama resmi Negara
atau kerajaan pada saat itu.
Perjalanan sejarah pendidikan islam di
Indonesia tidak bisa mengesampingkan keadaan islam pada masa kerajaan
islam ini. Pendidikan islam itu menjadi tolak ukur bagaimana islam dan umatnya
telah memainkan peranannya dalam berbagai aspek social, politik, maupun budaya. Oleh karena itu, untuk melacak sejarah pendidikan islam di
Indonesia dengan periodesasinya, baik dalam pemikiran, isi maupun pertumbuhan
organisasi dan kelembagaannya. Tidak mugkin dilepaskan dari fase-fase yang
dilaluinya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas maka permasalahan
mendasar yang hendak ditelaah dalam makalah ini adalah:
1.
Bagaiman Pertumbuhan dan Perkembangan Pendidikan Islam
di Indonesia ?
2.
Apa Akibat Munculnya kerajaan Islam?
C. Tujuan Masalah
Tujuan penyusunan makalah ini adalah
untuk:
1.
Mengetahui
Pertumbuhan dan Perkembangan Pendidikan Islam di Indonesia.
2.
Mengetahui Akibat Munculnya kerajaan Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Masuknya Islam ke Indonesia
Tidak ada perdebatan bahwa Islam masuk ke Indonesia
dengan cara damai. Namun, terdapat diskusi dan perdebatan panjang di antara
para ahli, mengenai tiga masalah pokok, tempat asal kedatangan Islam, para pembawanya,
dan waktu kedatangannya. Berbagai teori dan pembahasan yang berusaha menjawab
ketiga masalah pokok ini jelas belum tuntas, tidak hanya kurangnya data yang
dapat mendukung suatu teori tertentu, tetapi juga karena sifat sepihak dari
berbagai teori yang ada. Terdapat kecenderungan kuat, suatu teori tertentu
menekankan hanya aspek-aspek khusus dari ketiga masalah pokok, sementara
mengabaikan aspek-aspek lainnya. Dan juga disebabkan oleh subjektivitas
penulis.
Islam menyebar di India dan semenanjung Arab hingga ke
Malasya dan masuk ke Indonesia. Pada beberapa daerah, Islam disebarkan melalui
penaklukkan, akan tetapi di Asia Tenggara Islam disebarkan oleh para pedagang
dan aktivitas sufi. Dalam berbagai literatur yang ada, banyak pendapat yang
dikemukakan oleh para ahli mengenai tiga persoalan di atas, namun di sini hanya
akan dikemukakan beberapa masalah saja.
Seorang penulis berkebangsaan Barat, Thomas W. Arnold
menjelaskan bahwa telah dibawa ke Nusantara oleh pedagang-pedagang Arab sehak
abad pertama hijriah, lama sebelum adanya catatan sejarah. Pernyataan ini
diperkuat dengan adanya perdagangan yang luas oleh orang-orang Arab dengan
dunia timur sejak masa awal Islam. Di dalam Tarikh China, pada tahun 674
M, terdapat catatan tentang seorang pemimpin Arab yang mengepalai rombongan
orang-orang Arab dan menetap di pantai barat Sumatera. Kemudian berdasarkan
kesamaan mazhab yang dianut oleh mereka (pedagang dan muhballigh) anut, yaitu
mazhab Syafi’i. Pada masa itu mazhab Syafi’I merupakan mazhab yang dominan di
pantai Corromandel dan Malabor ketika Ibnu Batutah mengunjungi
wilayah tersebut pada abad ke-14.
Dalam pernyataan di atas, Arnold mengatakan bahwa
Arabia bukan satu-satunya tempat asal Islam dibawa, tapi juga dari Corromander
dan Malabar. Versi lain yang dipaparkan oleh Azra yang mengutip
beberapa pendapat dan teori sarjana,
kebanyakan sarjana Belanda yang berpegang pada teori yang mengatakan bahwa
Islam masuk ke Nusantara berasal dari anak Benua India bukan Persia atau Arab.
Sarjana pertama yang mengemukakan teori ini adalah Pijnappel, seorang pakar
dari Leiden. Dia mengaitkan asal muasal Islam di Nusantara dengan dengan wilayah Gujarat dan Malabar. Menurut
dia, adalah orang-orang yang bermazhab Syafi’i yang bermigrasi dan menetap di
wilayah India tersebut yang kemudian membawa Islam ke Nusantara. Teori ini
dikembangkan oleh Snoujk Hurgronje Moquetta, seorang sarjana Belanda lainnya,
berdasarkan hasil penelitiannya menyimpulkan bawha tempat asal Islam di
Nusantara adalah Cambay, Gujarat. Dia berargument bahwa tipe nisan yang
terdapat baik di Pasai maupun Gresik memperlihatkan tipe yang sama dengan yang
terdapat di Cambay, India. Selain dari itu, seminar yang dilaksanakan di Medan
pada tahun 1963, tahun 1978 di Banda Aceh, dan tanggal 30 september 1980 di
Rantau Kuala Simpang tentang sejarah masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia
menyimpulkan bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pada abad I H langsung dari
tanah Arab melalui Aceh. Kemudian daerah yang pertama kali didatangi Islam
ialah pesisir Sumatera. Para muballigh itu selain sebagai penyiar agama juga
merupakan pedagang. Dan penyiaran Islam di Indonesia dilakukan secara damai.
Teori versi Indonesia menjelaskan bahwa Islam masuk ke
Indonesia dibawa oleh para pedangan dari Persia, Arab dan India melalui
pelabuhan penting seperti pelabuhan
Lamuri di Aceh, Barus dan Palembang di Sumatera sekitar abad I H/7 M.
B. Pendidikan Islam Pada Masa
Kerajaan-Kerajaan
1. Zaman Kerajaan Samudra
Pasai
Kerajaan Islam pertama di Indonesia adalah
kerajaan Samudra Pasai, yang didirikan pada abad ke-10 M dengan raja pertamanya
Malik Ibrahim bin Mahdum. Yang kedua bernama Al-Malik Al-Shaleh dan yang
terakhir bernama Al-Malik Sabar Syah (tahun 1444 M/ abad ke-15 H). Pada tahun
1345, Ibnu Batutah dari Maroko sempat singgah di Kerajaan Pasai pada zaman
pemerintahan Malik Az-Zahir, raja yang terkenal alim dalam ilmu agama dan
bermazhab Syafi’i, mengadakan pengajian sampai waktu sholat Ashar dan fasih
berbahasa Arab serta mempraktekkan pola hidup yang sederhana.
Keterangan Ibnu Batutah tersebut dapat
ditarik kesimpulan pendidikan yang berlaku di zaman kerajaan Pasai sebagai
berikut:
1.
Materi pendidikan dan pengajaran agama bidang syari’at adalah Fiqh
mazhab Syafi’i.
2.
Sistem pendidikannya secara informal berupa majlis ta’lim dan halaqoh.
3.
Tokoh pemerintahan merangkap tokoh agama.
4.
Biaya pendidikan bersumber dari negara.
Pada zaman kerajaan Samudra Pasai mencapai
kejayaannya pada abad ke-14 M, maka pendidikan juga tentu mendapat tempat
tersendiri. Mengutip keterangan Tome Pires, yang menyatakan bahwa “di Samudra
Pasai banyak terdapat kota, dimana antar warga kota tersebut terdapat
orang-orang berpendidikan”.
Menurut Ibnu Batutah juga, Pasai pada abad
ke-14 M, sudah merupakan pusat studi Islam di Asia Tenggara, dan banyak
berkumpul ulama-ulama dari negara-negara Islam. Ibnu Batutah menyatakan bahwa
Sultan Malikul Zahir adalah orang yang cinta kepada para ulama dan ilmu
pengetahuan. Bila hari jum’at tiba, Sultan sembahyang di Masjid menggunakan
pakaian ulama, setelah sembahyang mengadakan diskusi dengan para alim
pengetahuan agama, antara lain: Amir Abdullah dari Delhi, dan Tajudin dari
Ispahan. Bentuk pendidikan dengan cara diskusi disebut Majlis Ta’lim atau
halaqoh. Sistem halaqoh yaitu para murid mengambil posisi melingkari guru. Guru
duduk di tengah-tengah lingkaran murid dengan posisi seluruh wajah murid
menghadap guru.
2. Zaman Kerajaan Perlak
Kerajaan Islam kedua di Indonesia adalah
Perlak di Aceh. Rajanya yang pertama Sultan Alaudin (tahun 1161-1186 H/abad 12
M). Antara Pasai dan Perlak terjalin kerja sama yang baik sehingga seorang Raja
Pasai menikah dengan Putri Raja Perlak. Perlak merupakan daerah yang terletak
sangat strategis di Pantai Selat Malaka, dan bebas dari pengaruh Hindu.
Kerajaan Islam Perlak juga memiliki pusat
pendidikan Islam Dayah Cot Kala. Dayah disamakan dengan Perguruan Tinggi,
materi yang diajarkan yaitu bahasa Arab, tauhid, tasawuf, akhlak, ilmu bumi,
ilmu bahasa dan sastra Arab, sejarah dan tata negara, mantiq, ilmu falaq dan
filsafat. Daerahnya kira-kira dekat Aceh Timur sekarang. Pendirinya adalah
ulama Pangeran Teungku Chik M.Amin, pada akhir abad ke-3 H, abad 10 M. Inilah
pusat pendidikan pertama.
Rajanya yang ke enam bernama Sultan Mahdum Alaudin Muhammad Amin yang memerintah antara tahun 1243-1267 M, terkenal sebagai seorang Sultan yang arif bijaksana lagi alim. Beliau adalah seorang ulama yang mendirikan Perguruan Tinggi Islam yaitu suatu Majlis Taklim tinggi dihadiri khusus oleh para murid yang sudah alim. Lembaga tersebut juga mengajarkan dan membacakan kitab-kitab agama yang berbobot pengetahuan tinggi, misalnya kitab Al-Umm karangan Imam Syafi’i. Dengan demikian pada kerajaan Perlak ini proses pendidikan Islam telah berjalan cukup baik.
Rajanya yang ke enam bernama Sultan Mahdum Alaudin Muhammad Amin yang memerintah antara tahun 1243-1267 M, terkenal sebagai seorang Sultan yang arif bijaksana lagi alim. Beliau adalah seorang ulama yang mendirikan Perguruan Tinggi Islam yaitu suatu Majlis Taklim tinggi dihadiri khusus oleh para murid yang sudah alim. Lembaga tersebut juga mengajarkan dan membacakan kitab-kitab agama yang berbobot pengetahuan tinggi, misalnya kitab Al-Umm karangan Imam Syafi’i. Dengan demikian pada kerajaan Perlak ini proses pendidikan Islam telah berjalan cukup baik.
3. Zaman Kerajaan Aceh Darussalam
Proklamasi kerajaan Aceh Darussalam adalah
hasil peleburan kerajaan Islam Aceh di belahan Barat dan Kerajaan Islam Samudra
Pasai di belahan Timur. Putra Sultan Abidin Syamsu Syah diangkat menjadi Raja
dengan Sultan Alaudin Ali Mughayat Syah (1507-1522 M). Bentuk teritorial yang
terkecil dari susunan pemerintahan Kerajaan Aceh adalah Gampong (Kampung), yang
dikepalai oleh seorang Keucik dan Waki (wakil). Gampong-gampong yang letaknya
berdekatan dan yang penduduknya melakukan ibadah bersama pada hari jum’at di
sebuah masjid merupakan suatu kekuasaan wilayah yang disebut mukim, yang
memegang peranan pimpinan mukim disebut Imeum mukim.
Jenjang pendidikan yang ada di Kerajaan
Aceh Darussalam diawali pendidikan terendah Meunasah (Madrasah). Yang berarti
tempat belajar atau sekolah, terdapat di setiap gampong dan mempunyai multi
fungsi antara lain:
1.
Sebagai tempat belajar Al-Qur’an.
2.
Sebagai Sekolah Dasar, dengan materi yang diajarkan yaitu menulis dan
membaca huruf Arab, Ilmu agama, bahasa Melayu, akhlak dan sejarah Islam.
Fungsi lainnya adalah sebagai berikut:
1.
Sebagai tempat ibadah sholat 5 waktu untuk kampung itu.
2.
Sebagai tempat sholat tarawih dan tempat membaca Al-Qur’an di bulan
puasa.
3.
Tempat kenduri Maulud pada bulan Mauludan.
4.
Tempat menyerahkan zakat fitrah pada hari menjelang Idhul Fitri atau
bulan puasa.
5.
Tempat mengadakan perdamaian bila terjadi sengketa antara anggota
kampung.
6.
Tempat bermusyawarah dalam segala urusan.
7.
Letak meunasah harus berbeda dengan letak rumah, supaya orang segera
dapat mengetahui mana yang rumah atau meunasah dan mengetahui arah kiblat
sholat.
Selanjutnya sistem pendidikan di Dayah
(Pesantren) seperti di Meunasah tetapi materi yang diajarkan adalah kitab Nahu,
yang diartikan kitab yang dalam Bahasa Arab, meskipun arti Nahu sendiri adalah
tata bahasa (Arab). Dayah biasanya dekat masjid, meskipun ada juga di dekat
Teungku yang memiliki dayah itu sendiri, terutama dayah yang tingkat pelajarannya
sudah tinggi. Oleh karena itu orang yang ingin belajar nahu itu tidak dapat
belajar sambilan, untuk itu mereka harus memilih dayah yang agak jauh sedikit
dari kampungnya dan tinggal di dayah tersebut yang disebut Meudagang. Di dayah
telah disediakan pondok-pondok kecil mamuat dua orang tiap rumah. Dalam buku
karangan Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, istilah Rangkang
merupakan madrasah seringkat Tsanawiyah, materi yang diajarkan yaitu bahasa
Arab, ilmu bumi, sejarah, berhitung, dan akhlak. Rangkang juga diselenggarakan
disetiap mukim.
Bidang pendidikan di kerajaan Aceh
Darussalam benar-benar menjadi perhatian. Pada saat itu terdapat
lembaga-lembaga negara yang bertugas dalam bidang pendidikan dan ilmu
pengetahuan yaitu:
1. Balai Seutia Hukama, merupakan
lembaga ilmu pengetahuan, tempat berkumpulnya para ulama, ahli pikir dan
cendikiawan untuk membahas dan mengembangkan ilmu pengetahuan.
2. Balai Seutia Ulama, merupakan
jawatan pendidikan yang bertugas mengurus masalah-masalah pendidikan dan
pengajaran.
3. Balai Jama’ah Himpunan Ulama,
merupakan kelompok studi tempat para ulama dan sarjana berkumpul untuk bertukar
fikiran membahas persoalan pendidikan dan ilmu pendidikannya.
Aceh pada saat itu merupakan sumber ilmu
pengetahuan dengan sarjana-sarjanaya yang terkenal di dalam dan luar negeri.
Sehingga banyak orang luar datang ke Aceh untuk menuntut ilmu, bahkan ibukota
Aceh Darussalam berkembang menjadi kota Internasional dan menjadi pusat
pengembangan ilmu pengetahuan.
Kerajaan Aceh telah menjalin suatu
hubungan persahabatan dengan kerajaan Islam terkemuka di Timur Tengah yaitu
kerajaan Turki. Pada masa itu banyak pula ulama dan pujangga-pujangga dari
berbagai negeri Islam yang datang ke Aceh. Para ulama dan pujangga ini
mengajarkan ilmu agama Islam (Theologi Islam) dan berbagai ilmu pengetahuan
serta menulis bermacam-macam kitab berisi ajaran agama. Karenanya pengajaran
agama Islam di Aceh menjadi penting dan Aceh menjadi kerajaan Islam yang kuat
di nusantara. Diantara para ulama dan pijangga yang pernah datang ke kerajaan
Aceh antara lain Muhammad Azhari yang mengajar ilmu Metafisika, Syekh Abdul
Khair Ibn Syekh Hajar ahli dalam bidang pogmatic dan mistik, Muhammad Yamani
ahli dalam bidang ilmu usul fiqh dan Syekh Muhammad Jailani Ibn Hasan yang
mengajar logika.
Tokoh pendidikan agama Islam lainnya yang
berada di kerajaan Aceh adalah Hamzah Fansuri. Ia merupakan seorang pujangga
dan guru agama yang terkenal dengan ajaran tasawuf yang beraliran wujudiyah.
Diantara karya-karya Hamzah Fansuri adalah Asrar Al-Aufin, Syarab Al-Asyikin,
dan Zuiat Al-Nuwahidin. Sebagai seorang pujangga ia menghasilkan karya-karya,
Syair si burung pungguk, syair perahu. Ulama penting lainnnya adalah Syamsuddin As-Samathrani atau
lebih dikenal dengan Syamsuddin Pasai. Ia adalah murid dari Hamzah Fansuri yang
mengembangkan paham wujudiyah di Aceh. Kitab yang ditulis, Mir’atul al-Qulub,
Miratul Mukmin dan lainnya. Ulama dan pujangga
lain yang pernah datang ke kerajaan Aceh ialah Syekh Nuruddin Ar-Raniri. Ia
menentang paham wujudiyah dan menulis banyak kitab mengenai agama Islam dalam
bahasa Arab maupun Melayu klasik. Kitab yang terbesar dan tertinggi mutu dalam
kesustraan Melayu klasik dan berisi tentang sejarah kerajaan Aceh adalah kitab
Bustanul Salatin. Pada masa kejayaan kerajaan Aceh, masa Sultan Iskandar Muda
(1607-1636) oleh Sultannya banyak didirikan masjid sebagai tempat beribadah
umat Islam, salah satu masjid yang terkenal Masjid Baitul Rahman, yang juga
dijadikan sebagai Perguruan Tinggi dan mempunyai 17 daars (fakultas).
Dengan melihat banyak para ulama dan
pujangga yang datang ke Aceh, serta adanya Perguruan Tinggi, maka dapat
dipastikan bahwa kerajaan Aceh menjadi pusat studi Islam. Karena faktor agama
Islam merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi kehidupan masyarakat
Aceh pada periode berikutnya. Menurut B.J. Boland, bahwa seorang Aceh adalah
seorang Islam.
4. Kerajaan Langkat
Berdasarkan data yang didapatkan bahwa sebelum tahun
1900, kerajaan Langkat belum memiliki lembaga pendidikan formal. Pendidikan
yang dilaksanakan masih dengan pendidikan non formal, yaitu dengan belajar
kepada guru-guru agama ataupun ahli-ahli dalam bidang tertentu. Bagi keluarga
kerajaan juga diberikan pendidikan yang seperti ini. Para guru-guru itu
diundang ke istana untuk memberikan ceramah dan pengajaran kepada raja beserta
keluarganya. Ketika itu dinamika intelektual khususnya dalam bidang pendidikan
belum menjadi fokus perhatian para sultan. Nampaknya mereka masih sibuk dengan
masalah politik yang terjadi, yaitu berkaitan dengan perluasan wilayah
kekuasaan dan lain sebagainya. Hal tersebut menjadikan dinamika intelektual di
Langkat tidak berkembang dengan baik dan kurang mendapat perhatian. Baru,
setelah sultan Abdul Aziz menjadi sultan Langkat, lembaga pendidikan formal
yang dinamakan maktab (baca: madrasah) dapat berdiri dan menjadi pusat
pendidikan agama bagi masyarakat
Langkat.
Dengan berdirinya madrasah Al-masrullah tahun 1912,
madrasah Aziziah pada tahun 1914 dan
madrasah Mahmudiyah tahun 1921, maka Langkat menjadi salah satu dari tempat
yang dituju oleh pencari-pencari ilmu dari berbagai daerah. Disebutkan bahwa
selain dari masyarakat Langkat yang belajar pada kedua maktab tersebut, maka
banyak pelajar-pelajar yang datang dari dalam dan luar pulau Sumatera, seperti
Riau, Jambi, Tapanuli, Kalimantan Barat, Malaysia, Brunei dan lain sebagainya.
Pada awalnya madrasah (maktab) ini hanya disediakan
untuk anak-anak keturunan raja dan bangsawan saja, namun pada perkembangannya
maktab ini memberikan kesempatan kepada siapa saja untuk dapat belajar dan
menuntut ilmu. Beberapa tokoh nasional yang pernah belajar di maktab ini antara
lain adalah Tengku Amir Hamzah dan Adam
Malik (mantan wakil presiden RI).
Dalam biografinya Adam Malik meyebutkan bahwa madrasah
Al-masrullah termasuk lembaga yang mempunyai bangunan bagus dan modern menurut
ukuran zaman tersebut. Di mana masing-masing anak dari keluarga berada (kaya)
mendapat kamar-kamar tersendiri. Sistem pendidikan yang dijalankan pada sekolah
ini sama seperti sistem sekolah umum di Inggris, di mana anak laki-laki usia 12
tahun mulai dipisahkan dari orang tua mereka untuk tinggal di kamar-kamar
tersendiri dalam suasana yang penuh disiplin. Fasilitas-fasilitas olah raga
juga disediakan di sekolah tersebut seperti lapangan untuk bermain bola dan
kolam renang milik kesultanan Langkat.
Ketiga lembaga pendidikan tersebut didirikan oleh
sultan Abdul Aziz yang kemudian diberi nama dengan perguruan Jama’iyah
Mahmudiyah. Pada tahun 1923 perguruan Jama’iyah Mahmudiyah telah memiliki 22 ruang
belajar, 12 ruang asrama, disamping berbagai fasilitas lainnya seperti 2 buah
Aula, sebuah rumah panti asuhan untuk yatim piatu, kolam renang, lapangan bola
dan sebagainya. Untuk meningkatkan mutu pendidikan pada perguruan Jama’iyah
Mahmudiyah, maka tenaga pengajarnya
sebagian besar merupakan guru-guru yang pernah belajar ke Timur tengah
seperti Mekkah, Medinah dan Mesir. Mereka semua dikirim atas biaya Sultan
setelah sebelumnya diseleksi terlebih dahulu, hingga sekitar tahun 1930
siswa-siswa yang belajar di perguruan ini sekitar 2000 orang yang berasal dari
berbagai macam daerah.
Selanjutnya sultan Abdul Azis kemudian mendirikan
lembaga pendidikan umum bagi masyarakat Langkat yaitu sekolah HIS dan Sekolah
Melayu, yang banyak memberikan materi-materi pelajaran umum. Mengenai gaji-gaji
guru dan biaya perawatan bangunan semuanya ditanggung oleh pihak kesultanan
Langkat, dalam hal ini dapat dikatakan bahwa segala biaya yang berkaitan dengan
fasilitas-fasilitas pendidikan di Langkat ditanggung sepenuhnya oleh
pemerintahan kerajaan.
5.
Kerajan Islam di Jawa (Demak)
Tentang berdirinya Kerajaan Dmeka, para ahli sejarah
tampaknya berbeda pendapat. Sebagian ahli berpendapat bahwa Kerajaan demak
berdiri pada tahun 1478 M, pendapat ini berdasarkan atas jatuhnya Kerajaan
Majapahit. Adapula yang berpendapat, bahwa Kerajaan Demak berdiri pada tahun
1518 M. hal ini berdasarkan, bahwa pada tahun tersebut merupakan tahun mendapat
serbuan tentara Raden Fatah dari Demak.
Kendatipun demikian, kehadiran Kerajaan Demak bukan penyabab
runtuhnya Majapahit, keruntuhannya lebih banyak disebabkan kelamahan dan
keancuran Majapaht dari dalam sendiri setelah wafatnya Hayam Wuruk dan Patih
Gajah Mada. Kerajaan Majapahit didahuluii oleh kelemahan pemerintah pusatnya
yang disusul oleh perang saudara. Misalnya perang antara Bre WIrabumi dengan
putri mahkota Kusumawardhani, peran saudara di Majapahit ini berkepanjangan
denganmemakan waktu ± 30 tahun, yang melibatkan 6 rang ahli waris dari Hayam
Wuruk. Dengan demikian kerunthnan tersebut jelas bnukan disebabkan oleh agama
Islam. Kehadiran Kerajaan Islam Demak dipandang oleh rakyat Majapahit sebagai
cahaya baru yang membawa harapan. Kerajaan islam itu diharapkan sebagai
kekuatan baru yang akan menghalau segala bentuk penederitaan lahir batin dan
mendatangkan kesejahteraan. Raja majapahit sudah kenal Islam jauh sebelum
kerajan Demak berdiri. Bahkan keluarga Raja Brawijaya sendiri kenal agama Islam
melalui putri Cempa yang selalu bersikap ramah dan damai.
6.
Kerajaan Islam Mataram
Kerajaan Demak ternyata tidak bertahan lama, pada
tahun 1568 M terjadi perpindahan kekuasaan dari Demak ke Panjang. Namun adanya
perpindahan ini tidak menyebabkan terjadinya perubahan yang berarti terhadap
sistem pendidikan dan pengajaran Islam yang sudah berjalan.
Baru setelah pusat Kerajaan Islam berpindah dari
Pajang ke Mataram (1586), terutama di saat Sultan Agung (1613) berkuasa,
terjadi beberapa macam perubahan. Sultan agung setelah mempersatukan Jawa Timur
dengan Mataram serta daerah-daerah yang lain, sejak tahun 1630 M mencurahkan
perhatiannya untuk membangun negara, seperti menggalakkan pertanian,
perdagangan dengan luar negeri dan sebagainya, bakan pada zaman Sultan Agung
juga kebudayaan, kesenian dan keesusasteraan sangat maju.
Atas usaha dan kebijaksanaan dari Sultan Agunglah
kebudayaan lama yang berdasarkan Indonesia asli dan Hindu dapat diadaptasikan
dengan agama dan kebudayaan Islam, seperti:
a.
Gerebeg
di sesuaikan dengan hari raya Idul Fitri dan Maulid Nabi.
b.
Gamelan
sekaten yang hanya dibunyikan pada gerebeg mulud, atas kehendak Sultan Agung
dipukul di halaman masjid besar
c.
Karena
hitungan tahun Saka (hindu) yang dipakai di Indonesia (Jawa) berdasarkan
hitungan perjalanan matahari, berbeda dengan tahun Hijriah yang berdasarkan
perjalanan bulan, maka pada tahun 1633 M atas perintah Sultan Agung, tahun saka
yang telah berangka 1555 saka.
7.
Kerajaan Kalimantan
Islam maulai masuk di Kalimantan pada abad ke 15 M
dengan cara damai, dibawa oleh muballig dari Jawa. Sunan Bonang dan SUnan Giri
mempunyai santri-santri dari Kalimanta, Sulawesi dan Maluku. Sunan Giri, ketika
berumur 23 tahun, pergi ke Kalimantan bersama saudagar Kamboja bernama Abu
Hurairah. Gubahan SUnan Giri bernama Kalam Muyang dan gubahan SUnan Bonag
bernama Sumur Serumbung menjadi buah mulut di Kalimantan. Muballig lainnya dari
Jawa adalah Sayid NGabdul Rhman alias Khatib Daiyan dari Kediri.
Perkembangan Islam mulai mantap setelah berdirinya
Kerajaan Islam di Bandar Masih di bawah pimpinan Sultan Suriansyah taun 1540 M
bergelar pangeran Samudera dan dibantu oleh Patih Masih.
Pada tahun 1710 di Kalimantan terdapat seorang ulama
besar bernama syekh Arsyah al Banjari dari desa Kalampayan yang terkenal
sebagai pendidik dan muballlig besar. Pengaruhnya meliputi seluruh kaimantan
(selatan, Timur dan Barat).
8.
Kerajaan Islam di Maluku
Islam masuk di Maluku dibawa oleh Muballig dari Jawa
sejak zaman SUnan Giri dan dari Malaka. Raja maluku yang pertama masuk Islam
adalah Sultan Ternate bernama Marhum pada tahun 1465-1486 M, atas pengaruh
Maulana Husain, saudagar dari Jawa. Raja Maluku yang terkenal di bidang
pendidikan dan dakwah Islam ialah sultan Zainudin Abidin, tahun 1486-1500 M.
dakwah Islam di Maluku menghadapi dua tantangan, ayaitu yang datang dari
orang-orang yang masih animis dan dari orang Portugais yang mengkristenkan
penduduk Maluku. Sultan Sairun adalah tokoh yang pa,ling keras melawan orang
Portugis dan usha Kristenisasi di Maluku. Tokoh missi Katholik yang perma di
maluku ialam Fransiscus Zaverius tahun 1546 M. ia berhasil mengkhatolikkan sebagian
dari penduduk maluku.
9.
Kerajaan di Sulawesi
Kerajaan yang mula-,ula berdasarkan Islam adalah
Kerajaan Kembar Gowa Tallo tahun 1605 M. rajanya bernama I. Mallingkaang Daeng
Mansyonri yang kemudian bergantiu nama dengan Sultan Abdullah Awwalul Islam. Menyusul
di belakangnya raja Gowa bernama Sultan Aluddin. Dalam waktu dua tahun seluruh
rakyatnya telah memeluk Islam. Muballig Islam yang berjasa di sana ialah Abdul
Qorid Katib Tunggal gelar Dato Ri Bandang berasal dari Minangkabau, murid Sunan
Giri. Seorang Portugis bernmama Pinto pada tahun 1544 M menyatakan telah
mengunjungi SUlawesi dan berjumpa dengan pedagang-pedagang (muballig) Islam
dari Malaka dan Patani (Thailand).
Pengaruh raja gowa dan Tallo dalam dakwah Islam
sangatr besar terhadap raja-raja kecil lainnya. Diantara raja-raja itu sudah
ada perjanjian yang berbunyi sebagia berikut: “Barangsiapa yang menemukan jalan
yang lebih baik, maka ia berjanji akan memberitahukan kepada raja-raja yang
menjadi sekutunya”. Jalan idisini berarti jalan idup atau agama. Dengan
demikian maka Islam ikut mempersatukan kerajaan-Kerajaan yang semula selalu
berperang itu.
Diantara ualam besar kelahiran Sulawesi sendiri adalah
Syekh Maulana Yusuf yang belajar di Mekkah pada thaun 1644 M. ia pulang ke
Indonesia dan menetap di Banten. Banyak santrinya datang dari Makasar, kemudian
karna memberontak, dibuang oleh Belanda ke Sri Langka dan wafat di Afrika
Selatan. Jenazahnya dipulangkan ke Makasar dan dikubur disana, ia mengarang
kitab Tasawuf dalam Bahasa Arab, Bugis, Melayu dan Jawa.
Dari Sulawesi Selatan, AGAMA Islam mengembang ke
Sulawesi Tengah dan Utara. Islam masuk daerah Manado pada zaman Sultan
Hasanuddin, ke daerah Bolaang Mangondow di Sulawesi Utara pada tahun 1560 M, ke
Gorontalo tahun 1612 M. Buku-buku lama di Gorontalo ditulis dengan huruf Arab.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Proses dan
sistem pendidikan Islam pada masa kerajaan Islam di Indonesia sudah berlangsung
cukup baik. Terbukti dengan adanya kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia sebagai
pusat-pusat kekuasaan Islam di Indonesia ini sangat berpengaruh bagi proses
islamisasi di Indonesia sebagai peranannya didalam penyiaran agama Islam,
melalui para Ulama sebagai mubaligh/ pendidik dalam penyiaran agama Islam dan
kerajaan Islam sebagai wadah kekuasaan politik Islam, keduanya sangat berperan
dalam mempercepat tersebarnya Islam ke berbagai wilayah di Indonesia.
Selain
mengikuti sistem yang telah diajarkan oleh Nabi, maka sistem pelaksaan
pendidikan Islam yang berlaku pada masa kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia
hampir sama, yaitu dengan mendirikan masjid sebagai pusat pendidikan, serta
mengadakan halaqoh majelis ta’lim untuk mendiskusikan ilmu-ilmu agama.
B.
Rekomendasi
Sebagai manusia biasa yang jauh dari
kesempurnaan dan karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan, maka kami mohon
kepada rekan-rekan mahasiswa dan Papak dosen kiranya dapat mengoreksi makalah
ini, jika terdapat kesalahan-kesalahan baik dalam penyajian materi maupun segi
penulisan yang tidak sesuai dengan standar yang telah ditentukan sehingga dapat
menjadi bahan acuan bagi penulisan selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Taqiyuddin,
Pendidikan Islam dalam Lintas Sejarah Nasional, CV. Pangger:
Cirebon, 2013.
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia.
Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2001.
Zuhairini, Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Bumi
Aksara, 2000.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar